KENALI ANAK ANDA, APAKAH ANAK DILAHIRKAN
MENJADI BAIK ATAU JAHAT?
Pertanyaan
ini menjadi topic perdebatan panjang dikalangan akademisi, filosofi, dan ahli
psikologi. Ada yang meyakini bahwa anak dilahirkan dengan membawa bibit potensi
keburukan dan kebencian, sementara yang lain berpendapat bahwa setiap anak
dilahrikan denhan membawa sifat-sifat baik. Mereka memiliki insting untuk
mencintai orang lain dan ingin dicintai orang lain. Sementara ada yang meyakini
bahwa potensi kabaikan pada diri anak sama besarnya dengan potensi kejahatan.
Disini penulis ingin menekankan pendapat kedua yaitu setiap anak dilahirkan
membawa sifat-sifat baik, mereka mencinatai menusia yang ada disekitarnya,
begitu juga mereka menginginkan orang lain mencintai mereka. Anak-anak
dilahirkan denghan potensi kebaikan yang lebih besar dari kejahatan, ini
dikuatkan oleh hadits Nabi : “ setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah
(Islam) maka, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, dan
majusi”.
Fitrah
disini adalah jebenaran dan kebaikan. Islam adalah agama fitrah, dengan
meyakini hal ini tidak serta merta berarti kita mengesampingkan pentingnya
pendidika, atau meyakini bahwa manusia sama sekali tidak memiliki kecenderungan
untuk berbuat buruk. Bukan begitu, tetapi potensi kebaikan pada anak
mengalahkan potensi kejelekan, kecuali bila dicermati oleh pendidikan yang
keliru atau limgkungan yang tidak kondusif.
Hadits
diatas malah menekankan pentingnya peran kedua orang tua dalam pendidikan anak
dan menanamkan nilai-nilai agama dan akidah yang lurus sejak usia dini.
Anak anda hanya mengenal senang dan tidak
enak.
anak anda dilahirkan kedunia tanpa memiliki kesadaran mengenai kebaikan
dan kenurukan, atau dengan kata lain mereka tidak menyhenal bagus dan jelek.
Anak hanya mendasarkan seluruh tindakannya pada prinsip “senang dan sakit”.
Segala sesuatu yang membuat anak merasa senang, maka itulah yang disukainya.
Sebaliknya, segala yang membuatnya sakit, maka itulah yang jelek baginya.
Barangkali anak anda mengambil jam yang anda letakkan dimeja, lalu dia
melemparkan jam itu kedinding atau kelantai. Perbuatan ini mendatangkan
kesenangan baginya. Dia bari saja tahu apa yang terjadi bila jam dilemparkan
kelantai atau kedinding. Ketika anfa ambil kembali jam itu dia akan marah
karena anda telah menghalanginya meraih kebagiaan yang dicarinya, dimatanya
anda adalah seorang yang jelek.
Anak
anda tidak mau tahu kepentingan dan hak orang lain. Bahkan, dia tidak mengerti
mengapa anda melarangnya melakukan sesuatu yang sukainya. Dia tida mau tahu
bahwa jam anda akan pecah dan hancur, tidak mau tahu bahwa jam anda mahal
harganya dan sangat anda sukai. Bagi anak, yang pentingnya kemauan terlaksana.
Para
orang tua mesti mesti memenuhi keinginan anak untuk mencari kesenangan dengan
melakukan “percobaan” atas benda-benda yang ada disekitarnya, selama tidak
menyebabkan bahaya dan menganggu kegiatan orang tua. Kita mesti menjauhkannya
dari benda-benda yang berbahaya, juga dari benda-benda berharga atau mudah
pecah dan benda berharga lain yang mungkin disukai anak.
Kita
harus memberikan kebebasan bagi anak guna memuaskan segala keinginannya untuk memecah, merusak, membonkar mainan
anak-anak yang tidak berbahaya. Seiring dengan bertambahnya usia, si anak akan berlahan-lahan
mulai menghadapi “konflik” antara kegiatan mencari kesenangan dan kenyataan
hidup. Anak akan mulai belajar bagaimana menghindari perbuatan yang dapat
menyebabkan dia dihukum atau berakibat buruk bila dilakukan. Hal itu terjadi
meskipun dia masih belum bisa mengerti mengapa ayahnya tetap marah dan
menghukumnya ketika mencorat-coret dikertas karena dia menyangka dirinya sedang
menirukan perbuatan ayahnya yang juga menulis di kertas, lantas mengapa
dilarang ?
Disini
kita tidak boleh lupa satu hal, bahwa pemahaman kita terhadap perilaku anak
tidak mengaharuskan kita untuk membiarkann anak berbuat kesalahan dan merusak
benda berharga di rumah, tetapi jangan sampai kita marah besar dan menghukumnya
denhganhukuman yang berat ketiak dia mengulangi perbuatan itu sekali lagi,
karena dia belum mengerti akibat buruk dari perbuatannya yang akan dipahaminya
seiring dengan bertambahnya usia.
Oleh Syamsuri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar