CARA MENDIDIK ANAK part II - Blognya Santri Al-Qodiri

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Senin, 07 November 2016

CARA MENDIDIK ANAK part II


KENALI ANAK ANDA, APAKAH ANAK DILAHIRKAN MENJADI BAIK ATAU JAHAT?
            Pertanyaan ini menjadi topic perdebatan panjang dikalangan akademisi, filosofi, dan ahli psikologi. Ada yang meyakini bahwa anak dilahirkan dengan membawa bibit potensi keburukan dan kebencian, sementara yang lain berpendapat bahwa setiap anak dilahrikan denhan membawa sifat-sifat baik. Mereka memiliki insting untuk mencintai orang lain dan ingin dicintai orang lain. Sementara ada yang meyakini bahwa potensi kabaikan pada diri anak sama besarnya dengan potensi kejahatan. Disini penulis ingin menekankan pendapat kedua yaitu setiap anak dilahirkan membawa sifat-sifat baik, mereka mencinatai menusia yang ada disekitarnya, begitu juga mereka menginginkan orang lain mencintai mereka. Anak-anak dilahirkan denghan potensi kebaikan yang lebih besar dari kejahatan, ini dikuatkan oleh hadits Nabi : “ setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam) maka, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, dan majusi”.
            Fitrah disini adalah jebenaran dan kebaikan. Islam adalah agama fitrah, dengan meyakini hal ini tidak serta merta berarti kita mengesampingkan pentingnya pendidika, atau meyakini bahwa manusia sama sekali tidak memiliki kecenderungan untuk berbuat buruk. Bukan begitu, tetapi potensi kebaikan pada anak mengalahkan potensi kejelekan, kecuali bila dicermati oleh pendidikan yang keliru atau limgkungan yang tidak kondusif.
            Hadits diatas malah menekankan pentingnya peran kedua orang tua dalam pendidikan anak dan menanamkan nilai-nilai agama dan akidah yang lurus sejak usia dini.
Anak anda hanya mengenal senang dan tidak enak.
            anak anda dilahirkan kedunia tanpa memiliki kesadaran mengenai kebaikan dan kenurukan, atau dengan kata lain mereka tidak menyhenal bagus dan jelek. Anak hanya mendasarkan seluruh tindakannya pada prinsip “senang dan sakit”. Segala sesuatu yang membuat anak merasa senang, maka itulah yang disukainya. Sebaliknya, segala yang membuatnya sakit, maka itulah yang jelek baginya. Barangkali anak anda mengambil jam yang anda letakkan dimeja, lalu dia melemparkan jam itu kedinding atau kelantai. Perbuatan ini mendatangkan kesenangan baginya. Dia bari saja tahu apa yang terjadi bila jam dilemparkan kelantai atau kedinding. Ketika anfa ambil kembali jam itu dia akan marah karena anda telah menghalanginya meraih kebagiaan yang dicarinya, dimatanya anda adalah seorang yang jelek. 
            Anak anda tidak mau tahu kepentingan dan hak orang lain. Bahkan, dia tidak mengerti mengapa anda melarangnya melakukan sesuatu yang sukainya. Dia tida mau tahu bahwa jam anda akan pecah dan hancur, tidak mau tahu bahwa jam anda mahal harganya dan sangat anda sukai. Bagi anak, yang pentingnya kemauan terlaksana.
            Para orang tua mesti mesti memenuhi keinginan anak untuk mencari kesenangan dengan melakukan “percobaan” atas benda-benda yang ada disekitarnya, selama tidak menyebabkan bahaya dan menganggu kegiatan orang tua. Kita mesti menjauhkannya dari benda-benda yang berbahaya, juga dari benda-benda berharga atau mudah pecah dan benda berharga lain yang mungkin disukai anak.
            Kita harus memberikan kebebasan bagi anak guna memuaskan segala keinginannya  untuk memecah, merusak, membonkar mainan anak-anak yang tidak berbahaya. Seiring dengan bertambahnya usia, si anak akan berlahan-lahan mulai menghadapi “konflik” antara kegiatan mencari kesenangan dan kenyataan hidup. Anak akan mulai belajar bagaimana menghindari perbuatan yang dapat menyebabkan dia dihukum atau berakibat buruk bila dilakukan. Hal itu terjadi meskipun dia masih belum bisa mengerti mengapa ayahnya tetap marah dan menghukumnya ketika mencorat-coret dikertas karena dia menyangka dirinya sedang menirukan perbuatan ayahnya yang juga menulis di kertas, lantas mengapa dilarang ?
            Disini kita tidak boleh lupa satu hal, bahwa pemahaman kita terhadap perilaku anak tidak mengaharuskan kita untuk membiarkann anak berbuat kesalahan dan merusak benda berharga di rumah, tetapi jangan sampai kita marah besar dan menghukumnya denhganhukuman yang berat ketiak dia mengulangi perbuatan itu sekali lagi, karena dia belum mengerti akibat buruk dari perbuatannya yang akan dipahaminya seiring dengan bertambahnya usia.

Oleh Syamsuri 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here